Senin, 19 Januari 2015

TUGAS 4

1. KUTIPAN

A. Pengertian Kutipan.

Kutipan adalah salinan kalimat,paragraph,atau paendapat dari seorang pengarang atau ucapan orang terkenal karena keahliannya,baik yang terdapat dalam buku,jurnal,baik yang melalui media cetak maupun elektronik.menurut kamus besar bahasa Indonesia,mengutip adalah mengambil perkataan atau kalimat dari buku atau yang lainnya.mengutip itu berbeda dengan plagiat.plagiat adalah mengambul karangan karangan atau pendapat orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan atau pendapat sendiri.

B. Jenis-jenis kutipan itu sendiri terdiri dari :

1.) Kutipam langsung (Direct Quotation) yang artinya kutipan yang dilakukan persis seperti sumber aslinya, kata-kata yang digunakan sama seperti bahan aslinya.Kutipan langsung biasanya digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
    - untuk mengutip rumus atau model matematika
    - untuk mengutip peraturan-peraturan hukum, surat keputudsan, surat perintah.
    - untuk mengutip peribahasa, puisi, karyadrama, dan kata-kata mutiara.
    - untuk mengutip beberapa definisi yang dinyatakan dalam kata-kata yang sudah pasti.
 
Contoh kutipan langsung:
Menurut Gorys Keraf dalam bukunya Argumentasi dan Narasi (1983:3), argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara.

2.) kutipan tidak langsung kutipan tidak langsung (Indirect Quotation atau paraphrase) yang artinya  kutipan yang tidak persis sama seperti bahan aslinya. Kutipan ini merupakan suatu ketikan pokok-pokok pikiran atau ringkasan kesimpulan menurut jalan pikirasn dan bahasa pengutip sendiri. Kutipan ini tidak dituliskkan diantara tanda petik, melainkan langsung dimasukkan dalam kalimat atau alinea.
      
Contoh kutipan tidak langsung:
Dikatakan oleh Gorys Keraf (1983:3) bahwa argumentasi pada dasarnya tulisan yang bertujuan mempengaruhi keyakinan pembaca agar yakin akan pendapat penulis bahkan mau melakukan apa yang dikatakan penulis.

C. Fungsi kutipan

 Kutipan memiliki fungsi tersendiri. Fungsi dari kutipan adalah sebagai berikut :
  1. Menunjukkan kualitas ilmih yang lebih tinggi.
  2. Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat.
  3. Memudahkan penilaian penggunaan sumber dana.
  4. Memudahkan pembedaan data pustaka dan ketergantungan tambahan.
  5. Mencegah pengulangan penulisan data pustaka.
  6. Meningkatkan estetika penulisan.
  7. Memudahkan peninjauan kembali penggunaan referensi, dan memudahkan penyuntingan naskah yang  terkait dengan data pustaka.
D. cara membuat kutipan
  1. cara ringkas, yaitu cara menempatkan sumber kutipan dibelakang bahan yang dikutip. Sumber kutipan ini ditukiskan diantara tanda kurung dengan menyebutkan nama pengarang, tahun penerbitan, dan halaman yang dikutip.
  2. cara langsung, yaitu cara menempatkan sumber kutipan langsung dibawah sumber kutipan langsung dibawah pernyataan yang dikutip. Antara pernyataan atau teks dalam tulisan dengan sumber kutipan dipusahkan dengan garis lurus sepanjang garis teks. Jarak garis pemisah dengan teks adalah satu spasi dan jarak garis pemisah dengan sumber kutipan adalah dua spasi, sedangkan garis baris dari kutipan itu sendiri adalah satu spasi.
  3. cara menempatkan sumber kutipan di kaki halaman, cara ini lazim dfisebut footnote (catatan kaki) dan cara ini lebih banyak dianut dalam penulisan skripsi. Antara bagian teks dengan footnote dipisahkan dengan garis lurus sepanjang dua inci dan jarak baris antara garis pemisah dengan teks adalah satu setengah spasi, sedangkan jarak baris antara garis pemisah atau footnote adalah dua spasi.indensi untuk footnote seperti indensi alines bsru dalam teks. Jarak baris dalam footnote adalah satu spasi, sedangkan jarak antara footnote satu dengan footnote lain dalam tiap halaman adalah dua spasi.

2. DAFTAR PUSTAKA

A. Definisi Daftar Pustaka

Definisi Daftar Pustaka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daftar yang mencantumkan judul buku, nama pengarang, penerbit dsb yang ditempatkan pada bagian akhir suatu karangan atau buku dan disusun berdasarkan abjad. Daftar sendiri didefinisikan sebagai catatan sejumlah nama atau hal yang disusun berderet dari atas ke bawah.

B. Cara Membuat Daftar Pustaka

1.)    Penulisan daftar pustaka dalam pengambilan data dari internet :
  • pertama; tulis nama,
  • kedua; tulis (tahun buku atau tulisan dibuat dalam tanda kurung) setelah itu beri (tanda titik),
  • ketiga; tulis judul buku/tulisannya lalu beri (tanda titik) lagi,
  • keempat; tulis alamat websitenya gunakan kata (from) untuk awal judul web dll setelah itu beri tanda koma,
  • kelima; tulis tanggal pengambilan data tersebut ok.



2.)   Penulisan daftar pustaka dalam pengambilan data dari buku :

  • pertama; penulisan nama untuk awal menggunakan huruf besar terlebih dahulu setelah nama belakang ditulis beri (tanda koma), dimulai dari nama belakang lalu beri (tanda koma) dan dilanjutkan dengan nama depan,
  • kedua; tahun pembuatan atau penerbitan buku,
  • ketiga; judul bukunya ingat ditulis dengan mengunakan huruf miring setelah judul gunakan (tanda titik),
  • keempat; tempat diterbitkannya setelah tempat penerbitan gunakan (tanda titik dua), dan
  • kelima; penerbit buku tersebut diakhiri dengan (tanda titik).


3.)  Penulisan daftar pustaka yang lebih dari satu/dua orang penulis dalam buku yang sama :

  • Pertama;  tulis nama belakang dari penulis yang pertama setelah nama belakang beri (tanda koma) lalu tulis nama depan jika nama depan berupa singkatan tulis saja singkatan itu setelah nama pertama selesai beri (tanda titik) lalu beri (tanda koma) untuk nama kedua / ketiga ditulis sama seperti nama sali alis tidak ada perubahan, yang berubah penulisannya hanya orang pertama sedangkan orang kedua dan ketiga tetap. Setelah penulisan nama kedua selesai, nah jika tiga penulis gunakan tanda dan (&) pada nama terakhir begitupula jika penulisnya hanya dua orang saja, setelah penulisan nama selesai,
  • Kedua; tahun pembuatan atau cetakan buku tersebut dengan diawali [tanda kurung buka dan kurung tutup/ (  )] setelah itu beri (tanda titik).
  • Ketiga; judul buku atau karangan setelah itu beri (tanda koma) dan ditulis dengan huruf miring ok.
  • keempat; yaitu penulisan tempat penerbitan/cetakan setelah itu beri (tanda titik dua : )
  • dan terakhir kelima; nama perusahaan penerbit buku atau tulisan tersebut dan diakhiri (tanda titik) ok.  Untuk gelar akademik tidak ditulis dalam penulisan daftar pustaka.                                         

                                                                                                                      
C. Contoh Daftar Pustaka

1.    Contoh Daftar Pustaka dalam pengambilan data dari internet :
lbarda (2004). Strategi Implementasi TI untuk Tata Kelola Organisasi (IT Governance). From http://rachdian.com/index2.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=27&Itemid=30, 3 August 2008

2.    Contoh daftar pustaka dalam pengambilan data dari buku :
·      Peranginangin, Kasiman (2006). Aplikasi Web dengan PHP dan MySql. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
·      Soekirno, Harimurti ( 2005). Cara Mudah Menginstall Web Server Berbasis Windows Server 2003. Jakarta: Elex Media Komputindo.
            
3.    Contoh daftar pustaka yang lebih dari satu/dua orang penulis dalam buku yang sama :
·      Suteja, B.R., Sarapung, J.A, & Handaya, W.B.T. (2008). Memasuki Dunia E-Learning, Bandung: Penerbit Informatika.
·      Whitten, J.L.,Bentley, L.D., Dittman, K.C. (2004). Systems Analysis and Design Methods. Indianapolis: McGraw-Hill Education.

SUMBER :

Selasa, 06 Januari 2015

HIKAYAT CABE RAWIT CERITA RAKYAT DARI ACEH SELATAN

Pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung antah berantah, hidulah sepasang suami istri. Mereka merupakan sebuah keluarga yang sangat miskin. Rumahnya dari pelepah daun rumbia yang didirikan seperti pagar sangkar puyuh. Atap rumah mereka dari daun rumbia yang dianyam. Tidak ada lantai semen atau papan di rumah tersebut, kecuali tanah yang diratakan dan dipadatkan. Di sana tikar anyaman daun pandan digelar untuk tempat duduk dan istirahat keluarga tersebut.

Demikianlah miskinnya keluarga itu. Rumah mereka pun jauh dari pasar dan keramaian. Namun demikian, suami-istri yang usianya sudah setengah abad itu sangat rajin beribadah.

“Istriku,” kata sang suami suatu malam. “Sebenarnya apakah kesalahan kita sehingga sudah di usia begini tua, kita belum juga dianugerahkan seorang anak pun. Padahal, aku tak pernah menyakiti orang, tak pernah berbuat jahat kepada orang, tak pernah mencuri walaupun kita kadang tak ada beras untuk tanak.”

“Entahlah, suamiku. Kau kan tahu, aku juga selalu beribadah dan memohon kepada Tuhan agar nasib kita ini dapat berubah. Jangankan harta, anak pun kita tak punya. Apa Tuhan terlalu membenci kita karena kita miskin?” keluh sang istri pula. Matanya bercahaya di bawah sinar lampu panyot tanda berusaha menahan tangis.

Malam itu, seusai tahajud, suami-istri tersebut kembali berdoa kepada Tuhan. Keduanya memohon agar dianugerahkan seorang anak. Tanpa sadar, mulut sang suami mengucapkan sumpah, “Kalau aku diberi anak, sebesar cabe rawit pun anak itu akan kurawat dengan kasih sayang.” Entah sadar atau tidak pula, si istri pun mengamini doa suaminya.

Beberapa minggu kemudian, si istri mulai merasakan sakit diperutnya. Keduanya tak pernah curiga kalau sakit yang dialami si istri adalah sakit orang mengandung. Tak ada ciri-ciri kalau perut istri sedang mengandung. Si istri hanya merasa sakit dalam perut. Sesekali, ia memang merasakan mual.

Waktu terus berjalan. Bulan berganti bulan, pada suatu subuh yang dingin, si istri merasakan sakit dalam perutnya teramat sangat. Bukan main gelisahnya kedua suami-istri tersebut. Hendak pergi berobat, tak tahu harus pergi ke mana dan pakai apa. Tak ada sepeserpun uang tersimpan. Namun, kegelisahan itu tiba-tiba berubah suka tatkala ternyata istrinya melahirkan seorang anak. Senyum sejenak mengambang di wajah keduanya. Akan tetapi, betapa terkejutnya suami-istri itu, ternyata tubuh anak yang baru saja lahir sangat kecil, sebesar cabe rawit.

“Sudahlah istriku, betapa pun dan bagaimana pun keadaannya, anak ini adalah anak kita. Ingatkah kau setahun lalu, saat kita berdoa bersama bahwa kita bersedia merawat anak kita kelak kalau memang Tuhan berkenan, walaupun sebesar cabe rawit?” hibur sang suami. Keduanya lalu tersenyum kembali dan menyadari sudah menjadi ibu dan ayah.

Singkat cerita, si anak pun dipelihara hingga besar. Anak itu perempuan. Kendati sudah berumur remaja, tubuh anak itu tetap kecil, seperti cabe rawit. Demi kehidupan keluarganya, sang ayah bekerja mengambil upah di pasar. Ia membantu mengangkut dagangan orang untuk mendapatkan sedikit bekal makanan yang akan mereka nikmati bersama.

Sahdan, suatu ketika si ayah jatuh sakit, tak lama kemudian meninggal dunia. Sedangkan si ibu, tubuhnya mulai lemas dimakan usia. Bertambahlah duka di keluarga itu sejak kehilangan sang ayah. Kerja si ibu pun hanya menangis. Tak tahan melihat keadaan orangtuanya, si anak yang diberi nama cabe rawit karena tubuhnya memang kecil seperti cabe, berkata pada ibunnya, “Ibu aku akan ke pasar. Aku akan bekerja menggantikan ayah.”

“Jangan anakku, nanti kalau kau terpijak orang, bagaimana? Ibu tak mau terjadi apa-apa pada dirimu,” sahut ibunya.

“Sudahlah, Ibu, yakinlah aku tak kan apa-apa. Aku pasti bisa. Aku kan sudah besar.”
“Anakku, kau satu-satunya harta yang tersisa di rumah ini. Kau satu-satunya milik ibu sekarang. Ibu tak mau kehilangan dirimu,” kata ibu lagi.

“Aku akan mencoba dahulu, Bu. Dengan doa ibu, yakinlah kalau aku tidak akan apa-apa. Nanti, kalau memang aku tidak bisa bekerja, aku akan pulang. Tapi, izinkan aku mencobanya dahulu, Ibu,” bujuk cabe rawit berusaha meyakinkan ibunya.

Cabai rawit terus mendesak ibunya agar diizinkan bekerja ke pasar. Sahdan, sang ibu pun akhirnya memberikan izin kepada cabe rawit. Maka pergilah cabe rawit ke pasar tanpa bekal apa pun.
Belum sampai ke pasar, di perempatan jalan, melintaslah seorang pedagang pisang. Raga pisang pedagang itu nyaris saja menyentuh cabe rawit. “Mugè pisang, mugè pisang, hati-hati, jangan sampai raga pisangmu menghimpit tubuhku yang kecil ini,” kata cabe rawit.

Spontan pedagang pisang menghentikan langkahnya. Ia melihat ke belakang, lalu ke samping, tapi tak dilihatnya seorang pun manusia.

“Mugè pisang, mugè pisang, hati-hati, jangan sampai raga pisangmu menghimpit tubuhku yang kecil ini.” Terdengar kembali suara serupa di telinga pedagang pisang. Ia kembali melihat ke belakang dan ke samping. Tapi, tetap tak ditemukannya sesosok manusia pun. Sampai tiga kali ia mendengar suara dan kalimat yang sama, mugè pisang merasa ketakutan. Akhirnya, dia berlari meninggalkan pisang dagangannya. Ia mengira ada makhluk halus. Padahal, si cabe rawit yang sedang bicara. Karena tubuhnya yang mungil, pedagang pisang itu tidak melihat keberadaan cabe rawit di sana.
Sepeninggalan mugè pisang, pulanglah cabe rawit membawa pisang yang sudah ditinggalkan mugè itu. Sesampainya di rumah, si ibu heran melihat anaknya membawa pisang. “Darimana kau dapatkan pisang-pisang ini, Rawit?” tanya si ibu.

Cabe rawit menceritakan kejadian di jalan sebelum ia sempat sampai ke pasar. “Daripada diambil orang atau dimakan kambing, aku bawa pulang saja pisang-pisang ini, Bu,” katanya.

Keesokan harinya, si cabe rawit kembali minta izn untuk ke pasar. Namun, di tengah jalan, lewatlah pedagang beras dengan sepedanya. Ketika pedagang beras nyaris mendahului si cabe rawit, ia mendengar sebuah suara. “Hati-hati sedikit pedagang beras, jangan sampai ban sepedamu menggilas tubuhku yang kecil ini. Ibuku pasti menangis nanti,” kata sara itu.

Berhentilah pedagang beras tersebut karena terkejut. Ia melihat ke sekeliling, tapi tak didapatinya seorang manusia pun. Sementara suara itu kembali terdengar. Setelah mendengar suara tersebut berulang-ulang, akhirnya pedagang beras lari pontang-panting ketakutan. Ia mengira ada makhluk halus yang sedang mengintainya. Padahal, itu suara cabe rawit yang tidak kelihatan karena tubuhnya yang teramat mungil.

Sepeninggalan pedagang beras, cabe rawit pulang sambil membawa sedikit beras yang sudah ditinggalkan oleh pedagang tersebut. Sesampainya di rumah, si ibu kembali bertanya. “Tadi, di jalan aku bertemu dengan pedagang beras, Bu. Dia tiba-tiba meninggalkan berasnya begitu saja. Daripada diambil orang lain atau dimakan burung, kuambi sedikit, kubawa pulang untuk kita makan. Bukankah kita sudah tidak memiliki beras lagi?” jawab cabe rawit.

Keesokan harinya, hal serupa kembali terjadi. Ketika cabe rawit hendak ke pasar, di pertengahan jalan, ia bertemu dengan pedagang ikan. Pedagang ikan itu juga ketakutan saat mendengar ada suara yang menyapanya. Ia lari lintang pukang meninggalkan ikan-ikan dagangannya. Maka pulanglah cabe rawit sembari membawa beberapa ikan semampu ia papah. “Tadi pedagang ikan itu tiba-tiba lari meninggalkan ikan-ikannya. Kita kan sudah lama tidak makan ikan. Aku bawa pulang saja ikan-ikan ini sedikit daripada habis dimakan kucing,” kata cabe rawit kepada ibunya saa sang ibu bertanya darimana ia mendapatkan ikan.

Begitulah hari-hari dilalui cabe rawit. Ia tidak pernah sampai ke pasar. Selalu saja, di perempatan atau pertengahan jalan, dia berpapasan dengan para pedagang. Hatta, keluarga yang dulunya miskin dan jarang makan enak itu menjadi hidup berlimpah harta. Pedagang beras akan meninggalkan berasnya di jalan saat mendengar suara cabe rawit. Pedagang pakaian meninggalkan pakaian dagangannya, pedagang emas pun pernah melakukan hal itu. Heranlah orang-orang sekampung melihat si janda miskin menjadi hidup bergelimang harta.

Orang-orang kampung pun mulai curiga. Didatangilah rumah janda miskin tersebut. “Bagaimana mungkin kau tiba-tiba hidup menjadi kaya sedangkan kami semua tahu, kau tidak memiliki siapa-siapa. Suami pun sudah meniggal,” kata kepala kampung.

Si janda hanya diam. Kepala kampung mengulangi pertanyaanya lagi. Namun, di janda tetap bungkam. Karena kepala kampung dan orang-orang kampung di rumah itu sudah mulai marah, terdengarlan suara dari balik pintu. “Tolong jangan ganggu ibuku. Kalau kepala kampung mau marah, marahilah aku. Kalau kepala kampung mau memukul, pukullah aku,” kata suara tersebut.

Kepala kampung dan orang-orang yang ada di rumah tersebut terkejut mendengar suara itu.

Beberapa kali suara itu terdengar dari arah yang sama, dari belakang pintu. Salah seorang penduduk melihat ke sebalik pintu. Namun, tak dijumpainya seorang pun di sana. Sedangkan saat itu, suara yang sama kembali terdengar. “Kalau kalian mau marah, marahilah aku. Kalau kalian mau memukul, pukullah aku,” kata suara itu yang tak lain dan tak bukan adalah milik cabe rawit.

Singkat cerita, ketahuan juga bahwa suara itu dari seorang manusia yang sangat kecil, sebesar cabe. Suasana berubah menjadi tegang. Si janda menjelaskan semuanya. Ia menceritakan tentang sumpah yang pernah ia lafalkan dengan sang suami tentang keinginan punya anak walau sebesar cabe pun. Mahfumlah kepala kampung dan penduduk di sana. Akhirnya, para penduduk sepakat membangun sebuah rumah lebih bagus untuk di janda bersama anaknya. Hidup makmurlah keluarga cabe rawit. Ia tidak lagi harus pergi ke pasar sehingga membuat orang-orang takut. Akan tetapi, setiap penduduk berkenan memberikan keluarga cabe rawit apa pun setiap hari. Ada yang memberikan beras, garam, pakaian, dan sebagainya.


Ditulis oleh Herman RN berdasarkan tuturan lisan Halimah (80-an), seorang warga Ujung Pasir, Kecamatan Kluet Selatan, Aceh Selatan.

CERPEN

Dari Balik Jendela Kamar Hotel

Hotel yang ditempati oleh Sam bukanlah hotel bintang lima. Bisa dikatakan hotel yang ditempatinya adalah hotel berbintang satu. Itu terbukti dari kondisi hotel yang tidak begitu terawat. Banyak kamar yang ditutup karena tidak layak pakai. Tapi karena kondisi kamar mandinya masih bagus dan bersih, Sam akhirnya mau untuk menempati kamar nomor 9. Walaupun memang kalau diperhatikan, kondisi kamarnya sudah terlihat sangat lama dan tempat tidurnya pun sudah sangat tua. Terbukti saat Sam mencoba merebahkan tubuhnya di tempat tidur, timbul bunyi “kriek-kriek”. Sam terpaksa menginap di hotel ini karena hanya hotel ini satu-satunya yang berada di kota dimana dia harus meliput berita. Pekerjaan sebagai seorang wartawan dia tekuni sejak lulus dari kuliah.

Malam semakin larut, akan tetapi Sam belum tidur. Dia masih asyik dengan laptopnya dan sesekali melihat hasil jepretannya di kamera. Saat Sam akan menutup laptopnya, terdengar suara berisik dari luar Hotel. Sam pun segera menuju jendela untuk melihat apa yang sedang terjadi. Terlihat ada dua orang sedang berdiri di tepat di depan jendela kamar Sam. Mereka kelihatannya sedang membicarakan masalah serius. Terlihat dari raut muka mereka yang serius. Salah seorang di antara mereka bersandar pada tembok salah satu gudang yang berada tepat di depan jendela kamar Sam. Yang satu berbadan gemuk dengan topi hitam di kepalanya dan satunya lagi berbadan kerempeng dengan berambut cepak. Orang yang berbadan gemuk itulah yang bersandar di tembok gudang. Mereka tidak tahu kalau ada yang memperhatikan mereka yaitu Sam. Sam tetap pada posisinya. Tidak beranjak dari tempatnya semula. Karena dia curiga dengan dua orang itu. Sam mengambil kameranya dan mulai mengambil gambar, mereka dari balik jendela kamarnya.

Setelah setengah jam tidak terjadi apa-apa. Namun terlihat si gemuk menyalakan rok*k dan mulai menyulutnya. Malam itu memang dingin, mungkin rok*k bisa menghangatkannya. Mata Sam pun mulai terlihat mengantuk dan sesekali matanya terpejam. Dan setelah satu jam berlalu, seseorang berkumis dengan badan atletis menghampiri mereka berdua. Terlihat orang itu sangat galak. Terlihat bagaimana dia tiba-tiba menampar salah satu dari mereka. Orang yang ditampar itu ternyata adalah si kerempeng. Setelah ditampar, dia berlalu pergi. Sam pun dengan jeli memperhatikan apa yang akan terjadi. Dan setelah beberapa menit, tiba-tiba ada sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan mereka. Dan ternyata yang mengemudikan adalah si kerempeng. Dia membuka pintu samping mobil dan menurunkan seorang laki-laki yang ditutup matanya. Laki-laki itu tedengar berteriak-teriak tapi hal itu sia-sia karena mulutnya disumpal dengan kain. Laki-laki itu berbadan gemuk dengan rambut yang pendek. Tiba-tiba saja laki-laki yang berbadan atletis tadi langsung memukulnya. Sontak saja Sam kaget. Dia langsung mengambil gambar dengan kameranya. Si ateltis pun semakin gila memukulnya. Memang terlihat kasihan. Akan tetapi Sam enggan untuk keluar dan membantu laki-laki tadi. Karena dipikirnya dia tidak tahu masalah apa yang terjadi di antara mereka. Sam lebih memilih mengambil gambar dari balik jendela kamar.

Setelah selesai memukulinya, si atletis langsung menginstruksi para temannya yaitu si gendut dan si kerempeng untuk membawa laki-laki yang ditutup matanya ke dalam gudang. Dan yang membuat Sam kaget bukan kepalang adalah ternyata si kerempeng membawa pisau di tangannya. Sam pun ingin sekali melihat apa yang terjadi. Akan tetapi ketakutannya seakan mencegahnya. Apalagi dia adalah seorang pendatang. Dia lebih memilih tetap berada di balik jendela kamar.

Setelah kira-kira setengah jam, si atletis keluar di susul dengan si kerempeng dan si gendut. Akan tetapi laki-laki yang satunya tidak keluar. Sam tetap menunggunya. Dan setelah beberapa saat dia pun keluar tapi penutup matanya telah di buka. Kemudian menyusul ketiga orang yang telah menunggunya di mobil. Tiba-tiba dari sebelah kanan terlihat orang membawa kamera. Dan mereka semua tertawa bersama. Ternyata mereka sedang membuat film. Dalam hati Sam berkata “Sialan!!”

Cerpen Karangan: Ranu Bagus Saputro